Kematian
adalah sesuatu yyang datang secar pasti dan tidak ada satupun manusia didunia
ini yang dapat menghindarinya seperti yang dijelaskan Allah dalam firmannya
yang artinya: “Tiap-tiap yang bernyawa pasti akan merasakan mati” (QS.
Ali’mran:185)
Usia
manusia memang telah ditentukan oleh Allah SWT, tidak ada satu manusiapun yang
luput dari kematian, namun ada manusia yang ditakdiran Allah berumur panjang
dan sebaliknya ada manusia yang ditakdirkan Allah berumur pendek, proses
kematian juga berbeda-beda karena sesungguhnya Allah SWT lah yang maha
mengetahui apa yang ditakdirkan bagi para hambanya.
Lalu
bagaimana proses kematian yang dialamai Rosullullah SAW? Adakah Allah
membebaskan rasa sakit atas kematiannya mengungat beliau adalah seorang rosul.
Kisah
wafatnya Rosullullah SAW akan kami paparkan sebagai berikut, naruri, fungsi
fisik dan kebutuhan Rosullullah SAW sama seperti kebutuhan kita namun bukan
dari sifat-sifat dan keagungnnya kerana rosullullah SAW mendapat bimbingan
langsung dari Allah SWT serta kududukan yang istimewa disisi Allah SWT seperti
dalam firman-Nya yang artinya: “Dan sesungguhnya engkau benar-benar berbudi
pekerti yang luhur” (QS.Al Kalam:4)
Ketaatan
Rosullullah dalam menjalankan perintah Allah SWT telah menjadikannya menjdi
manusia pilihan Allah yang diberikan keistimewaan dibandingkan dengan manusia
yang lain. Namun meskipun Rosullullah merupakan manusia yang dipilih Allah
beliau pasti meraakan kematian.
Kisah
Wafatnya Rosullullah SAW sendiri dijelaskan tiga bulan sebelum Rosullullah SAW
menunaikan haji wada atau haji terahir yang dilakukan beliau sebelum wafat.
Diceritakan bahwa Rosullullah SAW menderita sakit yang cukup serius, beliau
pertamakali mengeluhkan sakitnya dirumah Ummul Mu’minin Maimunah ra. Dikisahkan
pula bahwa Rosullullah SAW merasakan sakit semenjak tahun ketujuh paska pperang
khoibar setelah beliau mencicipi sepotong daging panggang yang telah dibubuhi
racun yang disuguhkan oleh orang yahudi bernama Salam bin maskam Alyahudiyah
walaupun beliau memuntahkanya dan tidak sampai meminta izin kepada
istri-istrinya agar dapat diperbolehkan untuk dirawat dirumah istrinya Aisah,
Aisah selalu mengucapkan surat Al falaq dan Annas sambil mengusapkan tangan
kebadan beliau.
Sakit
yang diderita Rosullullah SAW semakin bertambah berat sehingga beliau tidak sanggup keluar untuk
solat bersama para sahabat. Aisah ra membujuh Rosullullah SAW untuk menjunjuk
seseorang sebagai pengganti imam solat, lantas Rosullullah SAW bersabda yang
artinya: “Suruhlah Abu Bakar agar mengimami manusia” Aisah berusaha membujuk
Rosullullah SAW menunjuk orang lain saja karena khawatir orang-orang akan
berprasangka yang tidak-tidak kepada ayahnya(Abu bakar). Aisah berkata :
“Sesungguhnya Abu Bakar itu seorang laki-laki yang fisiknya lemah, suaranya
pelan, mudah menangis ketika membaca Al-qur’an.” (HR. Siirah ibni hisyam dan Al
bidayaah wan Nihayah oleh Ibnu Katsir, sahih) Namun Rosullullah SAW tetap bersi
keras dengan perintahnya, agar Abu Bakar menjadi imam solat, ahirnya Abu Bakar
pun menerima perintah itu.
Pada
suatu hari Rosullullah SAW keluar dengan dipapah oleh Ibnu Abbas dan Ali ra
untuk solat bersama para sahabat dan kemudian beliau berkhutah, bliau
memuji-muji serta menjelaskan keutamaan Abu Bakar ra. Dalam khutbahnya tersebut
Abu Bakar isuruh melimilih antara dunia dan ahirat namun beliau memilih ahirat,
khutbah yang disampaikan oleh beliau tersebut adalah lima hari sebelum
wafattnya beliau. Beliau berkata didalamnya: “Sesungguhnya ada seorang hamba
yang ditawari dunia dan perhiasannya, namun jutru ia memilih ahirat.” Abu Bakar
paham bahwa yang dimaksud adalah dirinya, dirinyapun menangis. Melihat hal
tersebut orang-orang merasa heran karena beliau tidak paham apa yang dirasakan
Abu Bakar.
Suatu
ketika pada saat solat subuh, Rosullullah SAW membuka tabir kamar dan menengok
kearak keluar kemudian beliau memandang para sahabat yang berada pada shap-shap
solat, Rosullullah SAW pun tersenyum dan tertawa kecil seakan-akan sedang
berpamitan kepada para sahabatnya, para sahabat sangat gembira dengan keluarnya
beliau dari kamar Aisah. Abu Bakarpun mundur karena dia mengira bahwa
Rosullullah SAW akan solat bersama mereka namun beliau memberikan isarat dengan
tangannya agar menyelesaikan solatnya, kemudian beliau masuk kedalam kamar sambil
menutup tabir.
Milihat
tersebut, Fatimah anak Rosullullah SAW masuk menemui beliau dan berkata:
“Alangkah berat oenderitaan ayah, Rosullullah SAW pun menjawab: “Setelah hari
ini tidak akan ada lagi penderitaan.”
Rosullullah
yang merasakan sakitnya semakin bertambah hingga tak sanggup lagi berbicara,
ahirnya memanggil para sahabat dengan isarat. Lalu seperti apa deti-detik
wafatnya Rosullullah SAW?
”Pada hari
ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu dan telah Kusempurnakan nikmatKu
kepadamu serta telah Kuridhai Islam sebagai agamamu” (Al-Maa’idah : 3)
Mendengar
ayat ini menangislah Umar ra. Nabi SAW bertanya : ”Apakah yang membuatmu
menangis?” Umar ra menjawab : ”Yang membuatku menangis adalah kalau kita selama
ini selalu bertambah-tambah dalam agama kita. Tetapi kalau sekarang agama itu
telah sempurna, maka sesuatu yang sudah sempurna tidak bisa lain kecuali dia
akan berkurang” Nabi bersabda : ”Benar engkau!” (Abus Su’ud)
Telah
diriwayatkan bahwa ayat ini diturunkan setelah Ashar hari Jum’at di Arafah pada
Haji Wada’. Waktu itu Nabi Muhammad SAW sedang mengerjakan wukuf di Arafah
diatas unta, dan setelah ayat ini tidak lagi turun ayat tentang kewajiban.
Ketika turun ayat ini Nabi Muhammad SAW merasa tidak kuat menanggung arti dari
ayat tersebut. Beliau bertelekan (bersandar) pada untanya dan unta pun tertunduk.
Turunlah
Malaikat Jibril dan berkata :”Ya Muhammad, benar-benar telah sempurna hari ini
perihal agamamu dan telah selesai apa yang telah diperintahkan Tuhanmu
kepadamu, dan apa yang dilarangNya padamu. Kumpulkan sahabat-sahabatmu dan
kabarkan pada mereka bahwa aku tidakakan lagi turun kepadamu setelah hari ini.”
Lalu
kembalilah Rasulullah dari Mekah ke Madinah. Dikumpulkannya sahabat-sahabatnya
dan dibacakannya ayat tersebut kepada mereka serta menceritakan kepada mereka
tentang apa yang dikatakan oleh Jibril AS.
Mendengar
berita tersebut bergembiralah para sahabat dan mereka berkata :“Telah sempurna
Agama kita” Kecuali Abu bakar ra. Dia sangat bersedih dan kembali kerumahnya.
Dia mengunci pintu dan tenggelam dalam tangisnya siang malam. Para sahabat mendengar
keadaan Abu Bakar itu, mereka berkumpul dan mendatangi rumah Abu Bakar ra.
Mereka
bertanya : ”Hai Abu Bakar, mengapa engkau menangis pada saat kita harus
bergembira dan senang? Karena Allah SWT telah menyempurnakan Agama kita.” Abu
Bakar berkata : ”Hai para Sahabat, kamu semua tidak mengetahui bencana yang
akan menimpamu. Bukankah kamu mendengar bahwa suatu perkara apabila telah
sempurna maka akan muncul kekurangannya? Ayat ini mengabarkan tentang
perpisahan kita, tentang keyatiman Hasan dan Husain dan tentang Istri-istri
Nabi Muhammad SAW yang akan menjadi janda.”
Maka
terjadilah teriakan diantara para sahabat, mereka semua menangis, dan
Sahabat-sahabat lain yang tidak ikut hadir dirumah Abu Bakar mendengar tangisan
dari kamar Abu Bakar, lalu mereka datang kepada Nabi Muhammad SAW, dan mereka
berkata :”Ya Rasulullah, kami tidak tahu bagaimana keadaan para sahabat itu,
hanya saja kami mendengar tangisan dan teriakan mereka.”
Maka
berubahlah wajah Nabi Muhammad SAW dan berdiri segera menuju rumah Abu Bakar
dan bertemu para sahabat. Beliau melihat mereka dalam keadaan tersebut diatas, Kemudian
bersabda : ”Apakah yang membuat kamu menangis?” Berkatalah Ali ra.: ”Tadi Abu
Bakar berkata, Aku telah mencium bau wafat Rasulullah SAW dari ayat ini. Apakah
benar ayat ini dapat diambil sebagai petunjuk atas wafatmu?”. Nabi Muhammad SAW
bersabda : ”Benar Abu Bakar dalam ucapannya itu. Memang benar telah dekat
keberangkatanku dari hadapanmu dan telah tiba saat perpisahanku dengan kamu
semua.” Setelah Abu Bakar ra. mendengar sabda Rasulullah itu berteriaklah dia
sekeras-kerasnya dan jatuh tak sadarkan diri.
Ali ra.
bergetar tubuhnya dan para sahabat lain menjadi ribut, mereka ketakutan
semuanya dan menangis sejadi-jadinya, hingga gunung-gunung dan batu-batu ikut
menangis bersama mereka, demikian pula para Malaikat. Ulat-ulat dan
binatang-binatang darat maupun di laut, semuanya ikut menangis.
Kemudian
Nabi Muhammad SAW berjabatan dengan para setiap orang dari para sahabat,
berpamitan dan menangis serta memberi wasiat kepada mereka. Kemudian Beliau
hidup setelah turunnya ayat tersebut dalam delapan puluh satu hari.
Diriwayatkan
dari Ibnu Abbas ra. Bahwa setelah dekat wafat Nabi Muhammad SAW, Beliau
memerintahkan Bilal untuk menyerukan shalat kepada manusia. Bilal lalu
menyerukan Adzan dan berkumpullah para Sahabat Muhajirin dan Anshar ke Masjid
Rasulullah SAW. Beliau mengerjakan shalat dua rakaat ringan bersama para
sahabat. Kemudian naik mimbar,
memuji dan
menyebut keagungan Allah SWT. Beliau berkhutbah dengan sebuah khutbah yang
dalam, hati menjadi takut karenanya, dan air mata bercucuran karenanya.
Kemudian
Beliau bersabda :
”Wahai
sekalian muslimin, sesungguhnya aku adalah seorang Nabi kepada kamu, pemberi
nasihat dan berda’wah kepada Allah SWT dengan seijinNya. Dan aku berlaku
kepadamu sebagai seorang saudara yang menyayangi dan ekaligus sebagai ayah yang
belas kasih. Barang siapa diantara kamu yang mempunyai suatu penganiayaan pada
diriku, maka hendaklah dia berdiri dan membalas kepadaku sebelum datang balas
membalas di hari kiamat.”
Tidak ada
seorangpun yang berdiri menghadapnya, sehingga Beliau bersabda demikian kedua kali
dan ketiga kalinya. Barulah berdiri seorang laki-laki bernama Akasyah bin
Muhshin. Berdirilah dia didepan Nabi Muhammad SAW dan berkata : “Demi Ayah dan
Ibuku sebagai tebusanmu Ya Rasulullah, seandainya engkau tidak mengumumkan
kepada kami berkali-kali, tentu aku tidak akan mengajukan sesuatu mengenai itu.
Sungguh aku pernah bersamamu di Perang Badar. Saat itu untaku mendahului
untamu. Maka turunlan aku dari unta dan mendekatimu agar aku dapat mencium
pahamu. Tetapi engkau lalu mengangkat tongkat yang biasa engkau pergunakan
untuk memukul unta agar cepat jalannya dan engkau pukul lambungku. Aku tidak
tahu apakah itu atas kesengajaan dirimu atau engkau maksudkan untuk memukul
untamu ya Rasulullah?”.
Rasulullah
bersabda: ”Mohon perlindungan kepada Allah hai Akasyah, kalau Rasulullah
sengaja memukulmu." Bersabda lagi Beliau kepada Bilal: ”Hai Bilal,
berangkatlah ke rumah Fathimah dan ambilkan tongkatku.”
Maka
keluarlah Bilal dari Masjid sedang tangannya diatas kepalanya: ”Ini adalah
Rasulullah, sekarang Beliau memberikan dirinya untuk diqishash.”
Dia mengetuk
pintu Fathimah, dan bertanyalah Fathimah: ”Siapa yang ada di depan pintu?” Bilal
menjawab: ”Aku datang untuk mengambil tongkat Rasulullah” Fathimah bertanya :
”Hai Bilal, apa yang akan diperbuat Ayah dengan tongkat itu?” Bilal menjawab: ”Hai
Fathimah, Ayahmu memberikan dirinya untuk di qhisash." Fathimah bertanya
lagi: ”Hai Bilal, siapakah yang sampai hatinya mau membalas pada Rasulullah?”
Lalu Bilal
mengambil tongkat itu dan masuklah dia ke Masjid serta memberikan tongkat itu
kepada Rasulullah, sedang Rasul kemudian menyerahkannya kepada Akasyah.
Ketika Abu
Bakar dan Umar ra. memandangnya, maka berdirilah mereka berdua dan berkata :
”Hai Akasyah, aku masih berada didepanmu, maka balaslah kami dan janganlah
engkau membalas kepada Nabi Muhammad SAW.” Bersabdalah Rasulullah SAW:
”Duduklah engkau berdua, Allah telah mengetahui kedudukanmu.”
Berdiri pula
Ali ra. dan berkatalah dia: ”Hai Akasyah, aku masih hidup didepan Nabi Muhammad
SAW. Tidak akan aku sampai hati kalau engkau membalas Rasulullah SAW. Ini
punggungku dan perutku, balaslah aku dengan tanganmu dan deralah aku dengan
tanganmu.”
Nabi
Muhammad SAW bersabda : ”Hai Ali, Allah telah mengetahui kedudukan dan niatmu.”
Berdiri pula
Hasan dan Husain, dan mereka berkata : ”Hai Akasyah, bukankan engkau mengenal
kami berdua. Kami adalah dua orang cucu Rasulullah. Membalas kepada kami adalah
sama seperti membalas kepada Rasulullah.” Nabi Muhammad SAW bersabda :
”Duduklah engkau berdua wahai kegembiraan mataku.” Kemudian Nabi Muhammad SAW
bersabda: ”Hai Akasyah, pukullah kalau engkau mau memukul.”
Akasyah
berkata: ”Ya Rasulullah, engkau memukulku dahulu dalam keadaan aku tidak
terhalang pakaianku.”
Lalu
Rasulullah menyingkapkan pakaiaannya, dan berteriaklah orang-orang Islam yang
hadir seraya menangis.
Ketika
melihat putihnya jasad Rasulullah, Akasyah menubruknya dan mencium punggungnya.
Berkatalah
dia:
”Nyawaku
sebagai tebusanmu ya Rasulullah, siapakah yang akan sampai hati untuk membalasmu
ya Rasulullah. Aku melakukannya hanya mengharapkan agar tubuhku dapat menyentuh
jasadmu yang mulia, dan Allah akan memelihara aku berkat kehormatanmu dari
neraka.” Bersabdalah Nabi Muhammad SAW: ”Ingat, barang siapa yang ingin melihat
penghuni surga maka hendaklah dia melihat orang ini.”
Semua orang
Islam yang hadir berdiri, dan mencium antara kedua mata Akasyah seraya berkata
: ”Beruntung sekali engkau, engkau berhasil mendapatkan derajat yang tinggi dan
berkawan dengan Nabi Muhammad SAW di surga.” Ya Allah, mudahkanlah kepada kami
untuk mendapatkan syafa’atnya, berkat keagungan dan kemegahanMu (Dari
Mau’idhatul Hasanah)
Ibnu Mas’ud
berkata: ”Ketika dekat wafat Nabi Muhammad SAW berkumpullah kami di rumah Ibu
kita Aisyah. Kemudian Beliau memandang kami dan bercucuranlah air matanya.
Beliau
bersabda: ”Marhaban bikum rahimakumullah” (selamat datang kamu semua,
mudah-mudahan Allah memberi rahmat kepada kamu) aku berwasiat kepada kamu agar
takwa kepada Allah dan taat kepadaNya. Telah dekat perpisahan dan telah tiba
kembali kepada Allah dan ke surga Al-Ma’waa. Hendaklah nanti Ali yang
memandikan aku, Al-Fadhal bin Abbas yang menuangkan air dan Usamah bin Zaid
yang membantu keduanya. Kafanilah aku dengan pakaianku sendiri kalau kamu mau,
atau dengan pakaian buatan Yaman yang putih. Jika kamu sudah memandikan aku
letakkanlah aku di tempat tidurku didalam kamarku ini di tepi liang lahadku.
Kemudian keluarlah meninggalkan aku sesaat. Karena pertama-tama yang
menshalatkan aku adalah Allah Azza wa Jalla, kemudian Jibril, kemudian Israfil,
kemudian Mika’il, kemudian Malaikat Maut beserta anak buahnya, kemudian semua
Malaikat yang lain. Setelah ini barulah kamu masuk sekelompok demi sekelompok
dan shalatkanlah aku.”
Setelah
mereka mendengar kata perpisahan Nabi Muhammad SAW ini mereka berteriak seraya
menangis.
Mereka
berkata: ”Ya Rasulullah, engkau adalah Rasul kami dan kepala kumpulan kami.
Serta penguasa perkara kami. Jika engkau harus pergi, lalu kepada siapakah
nanti kami akan kembali dalam menghadapi kesulitan?”
Nabi
Muhammad SAW bersabda : ”Aku tinggalkan kamu pada jalan kebenaran dan jalan
yang
bersinar dan aku tinggalkan untuk kamu dua penasehat: Yang berbicara dan yang
diam. Yang berbicara adalah Al-Qur’an, sedang yang diam adalah kematian.
Apabila ada sebuah kesulitan pada kamu maka kembalilah kepada Al-Qur’an dan
Sunnah, dan apabila hatimu keras membantu lembutkanlah dia dengan mengambil
pelajaran dengan hal ihwal
kematian.”
Detik-detik
Rasulullah saw menjelang sakaratul maut.
Ada sebuah
kisah tentang totalitas cinta yang dicontohkan Allah lewat kehidupan Rasul-Nya.
Pagi itu, meski langit telah mulai menguning, burung-burung gurun enggan
mengepakkan sayap.
Pagi itu, Rasulullah dengan suara terbata memberikan petuah, "Wahai
umatku, kita semua ada dalam kekuasaan Allah dan cinta kasih-Nya. Maka taati
dan bertakwalah kepada-Nya. Ku wariskan dua hal pada kalian, sunnah dan Al
Qur'an. Barang siapa mencintai sunnahku, berarti mencintai aku dan kelak
orang-orang yang mencintaiku, akan bersama-sama masuk surga bersama aku."
Khutbah
singkat itu diakhiri dengan pandangan mata Rasulullah yang teduh menatap
sahabatnya satu persatu. Abu Bakar menatap mata itu dengan berkaca-kaca, Umar
dadanya naik turun menahan napas dan tangisnya. Ustman menghela napas panjang
dan Ali menundukkan kepalanya dalam-dalam. Isyarat itu telah datang, saatnya
sudah tiba. "Rasulullah akan meninggalkan kita semua," desah hati
semua sahabat kala itu.
Manusia
tercinta itu, hampir usai menunaikan tugasnya di dunia. Tanda-tanda itu semakin
kuat, tatkala Ali dan Fadhal dengan sigap menangkap Rasulullah yang limbung
saat turun dari mimbar. Saat itu, seluruh sahabat yang hadir di sana pasti akan
menahan detik-detik berlalu, kalau bisa.
Matahari
kian tinggi, tapi pintu Rasulullah masih tertutup. Sedang di dalamnya,
Rasulullah sedang terbaring lemah dengan keningnya yang berkeringat dan
membasahi pelepah kurma yang menjadi alas tidurnya. Tiba-tiba dari luar pintu terdengar
seorang yang berseru mengucapkan salam.
"Bolehkah saya
masuk?" tanyanya. Tapi Fatimah tidak mengizinkannya masuk,
"Maafkanlah, ayahku sedang demam," kata Fatimah yang membalikkan
badan dan menutup pintu. Kemudian ia kembali menemani ayahnya yang ternyata
sudah membuka mata dan bertanya pada Fatimah, "Siapakah itu wahai
anakku?" "Tak tahulah aku ayah, sepertinya ia baru sekali ini aku
melihatnya," tutur Fatimah lembut. Lalu, Rasulullah menatap putrinya itu
dengan pandangan yang menggetarkan. Satu-satu bagian wajahnya seolah hendak
dikenang.
"Ketahuilah,
dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan
di dunia. Dialah malaikatul maut," kata Rasulullah, Fatimah pun menahan
ledakan tangisnya. Malaikat maut datang menghampiri, tapi Rasulullah menanyakan
kenapa Jibril tak ikut menyertai. Kemudian dipanggillah Jibril yang sebelumnya
sudah bersiap diatas langit dunia menyambut ruh kekasih Allah dan penghulu
dunia ini. "Jibril, jelaskan apa hakku nanti dihadapan Allah? " tanya
Rasululllah dengan suara yang amat lemah.
"Pintu-pintu
langit telah terbuka, para malaikat telah menanti ruhmu. Semua surga terbuka
lebar menanti kedatanganmu," kata Jibril. Tapi itu ternyata tak membuat
Rasulullah lega, matanya masih penuh kecemasan. "Engkau tidak senang
mendengar kabar ini? " tanya Jibril lagi. "Kabarkan kepadaku
bagaimana nasib umatku kelak?" "Jangan khawatir, wahai Rasul Allah,
aku pernah mendengar Allah berfirman kepadaku: 'Kuharamkan surga bagi siapa
saja, kecuali umat Muhammad telah berada didalamnya," kata Jibril.
Detik-detik
semakin dekat, saatnya Izrail melakukan tugas. Perlahan ruh Rasulullah ditarik.
Tampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh, urat-urat lehernya menegang.
"Jibril, betapa sakit sakaratul maut ini." Lirih Rasulullah mengaduh.
Fatimah terpejam, Ali yang di sampingnya menunduk semakin dalam dan Jibril
membuang muka. "Jijikkah kau melihatku, hingga kaupalingkan wajahmu
Jibril?"
Tanya
Rasulullah pada Malaikat pengantar wahyu itu. "Siapakah yang tega, melihat
kekasih Allah direnggut ajal," kata Jibril. Sebentar kemudian terdengar
Rasulullah memekik, karena sakit yang tak tertahankan lagi. "Ya Allah,
dahsyat nian maut ini, timpakan saja semua siksa maut ini kepadaku, jangan pada
umatku". Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tak
bergerak lagi.
Bibirnya
bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu, Ali segera mendekatkan telinganya.
"Uushiikum bis shalati, wa maa malakat aimanuku, peliharalah shalat dan
santuni orang-orang lemah di antaramu." Di luar pintu tangis mulai
terdengar bersahutan, sahabat saling berpelukan. Fatimah menutupkan tangan
diwajahnya, dan Ali kembali mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah yang
mulai kebiruan.
"Ummatii,
ummatii, ummatiii" - "Umatku, umatku, umatku" Dan, pupuslah
kembang hidup manusia mulia itu. Kini, mampukah kita mencinta sepertinya?
Allahumma sholli 'ala Muhammad wa baarik wasalim 'alaihi. Betapa cintanya
Rasulullah kepada kita. Kirimkan kepada sahabat-2 muslim lainnya agar timbul
kesadaran untuk mencintai Allah dan RasulNya, seperti Allah dan RasulNya
mencinta kita. Karena sesungguhnya selain daripada itu hanyalah fana belaka.